Minggu, 19 Mei 2013

Gak Perlu Keluar Kota,Wisata Samarinda Juga Seru Dan Beragam

Samarinda, kota yang perdagangannya cukup pesat, kotanya segudang budaya, semua suku ada di kota yang dialiri sungai Mahakam ini, sangat banyak sekali keunikan kota kita ini, mulai dari atas gunung hingga ke pinggir sungai. Samarinda dikelilingi oleh beberapa bukit tak heran kenapa kota kita ini sering banjir, salah satunya adalah gunung Steleng di Selili Samarinda, namun yang kita bahas bukan itu melainkan potensi wisata di kota samarinda.

Berbicara tentang potensi wasata kota samarinda, sangat banyak sekali tempat pariwisata di kota yang berjuluk "Kota Tepian" ini, seperti yang tadi saya bilang mulai dari gunung hingga pinggir sungai. Baiklah saya akan mempromosikan Wisata Samarinda mulai dari daerah utara kota Samarinda hingga selatan dan Dari barat hingga timur kota samarinda

Dari utara samarinda, kita memliki Kampung Adat Dayak Pang-pang yang berlokasi di kelurahan sungai Siring samarinda, perjalanan ke tempat ini dari pusat kota kira-kira 1 Jam perjalanan dengan kendaraan. Lokasi wisata ini merupakan kampungnya Suku asli kalimantan yaitu Suku Dayak.

Sudah banyak sekali yang berkunjung ke tempat ini, mulai dari turis domestik hingga turis mancanegara. Jika kita berkunjung ke tempat ini, kita dapat melihat rumah Lamin, yaitu rumah adat asli suku dayak, kita dapat melihat berbagai macam atribut suku dayak seperti baju dayak, Lafung (Topi dayak), Mandau Dsb..,di tempat ini kita bisa juga disuguhkan berbagai macam terian dayak, seperti tari perang, tari enggang, dan tari hudog.


Jalan dikit ke arah selatan kira-kira 8 KM kita menemukan objek wisata lagi, namanya Taman Rekreasi Lembah Hijau. Di tempat ini kita bisa bermain berbagai macam permainan yang mengasah kemampuan kita, mulai dari Sepeda Air hingga Out Bond, Di tempat ini juga disediakan tempat untuk kumpul keluarga seperti makan, minum, dan sebagainya.


Di sepanjang perjalanan di Jalan Samarinda-Bontang kita bisa menemukan Restoran, warung, dan berbagai pedagang buah-buahan segar yang baru dipetik dari sekitar jalanan tersebut


Maju sedikit kita bisa mengunjungi Air Terjun Tanah Merah, masuk aja dari depan sekitar 5 KM dan dapatkan pemandangan menarik nan eksotis di tempat ini


Maju sedikit sekitar 3 KM kita menemukan Kebun Raya Unmul Smarinda, jangan cuma lewat singgah dong, mentang-mentang di panggil patung orang utan di depannya mau kabur aja :D.
Di tempat ini selain berlibur kita juga dapat belajar, seperti halnya kita bisa berinteraksi dengan hewan-hewan disana, seperti Buaya, Orang utan, dan ular, disini juga terdapat taman bermain, kolam pancing, dan berbagai sarana edukatif lainnya, mau tau selengkapnya, kunjungi langsung aja ke Jalan Samarinda Bontang

Selanjutnya kita punya tempat rekreasi dan liburan yang baru, yaitu Alaya, orang samarinda mana yang gak tau tempat ini,letaknya di perbukitan, di pusat kota, strategis banget, romantis banget tempat ini buat ngabisin waktu luang



Lanjut jalan aja kita ke pusat kota Samarinda, yaitu ke Pusat perdagangan Citra Niaga, ditempat ini banyak sekali yang menjual khusus Souvenir khas samarinda, seperti gelang, kalung, permata, mandau dsb





Kemudian kita jalan terus ke Pinggir sungai mahakan, kita akan berkunjung ke Tepian, tempat nongkorongnya orang samarinda dari yang muda sampai yang dewasa, disini kita bisa duduk santai menikmati indahnya sungai mahakam, jika kita berkunjung malam kesini makin nikmat ditemani oleh secangkir kopi dan jagung bakar, mantap banget dah tepian





Selanjutnya kita akan berkunjung ke Islamic Center Smarinda, Salah satu Islamic Center Terbesar seasia tenggara, luas banget tempatnya kalo mau keliling pakai motor aja, jangan coba-coba jalan kaki, pincang dah pasti




Menara Asmaul Husna setinggi 99 meter, merupakan puncak tertinggi di samarinda



selanjutnya kita menyebrangi sungai mahakam dengan jembatan mahakam



Di Samarinda seberang kita memiliki 1 mesjid bersejarah, yaitu mesjid tertua di samarinda Shiratal Mustaqim



Dan ada juga taman air terkenal di samarinda , Jessica Waterpark tempat ini juga salah satu destinasi terbaik untuk berlibur, kerana harganya lumayan terjangkau untuk orang-orang di samarinda



 


Kiranya cukup itu saja ya perjalanan kita di kota Samarinda, semoga dapat dinikmati para pembaca, dan terinspirasi untuk mempromosikan dan mengunjungi objek "wisata Samarinda"

Sabtu, 18 Mei 2013

Air Mata Pesut D Sungai Mahakam

Pesut adalah lumba-lumba air tawar. Pesut (Orcaela brevirostris) merupakan salah satu mamalia yang hidup di dalam air tawar, bernapas menggunakan paru-paru dan berkembang biak dengan cara melahirkan.Pesut dewasa memiliki berat rata-rata antara 90-200 kg dengan panjang antara 2-2,7 meter dan berwarna abu-abu. Hewan langka yang di lindungi UUD, sekarang hanya bisa ditemui di sungai mahakam. Kepunahan pun telah menghampiri maskot kota Samarinda itu. Tidak lepas dari kepentingan manusia yang telah terlampau jauh, mengolah SDA secara berlebihan demi memajukan daerah dan kesejahteraan manusia sehingga berdampak pada turunnya keanekaragaman hewani di sungai mahakam.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan, Tahun berganti tahun. Waktu selalu berputar tanpa ada rasa kompromi, seakan waktu menyombongkan diri dengan terus berjalannya sang waktu. Begitu juga kehidupan si Pesut, semakin hari semakin memprihatinkan habitatnya karena telah dirusak ekosistemnya. Dulu, saat sekitar sungai mahakam belum terjamah oleh eksploitasi, iring-iringan pesut dengan angkuhnya selalu memamerkan keindahan loncatannya di tepian kota samarinda, mata manusia yang menyaksikkanya seolah-olah tersihir dengan keindahannya sehingga tidak mau melewatkan keindahannya. Segerombolan pesut pun pada saat memamerkan keindahan loncatannya seakan dapat memberikan sebuah isyarat kepada umat manusia yang sedang menyaksikan, bahwa saja sungai Mahakam adalah surganya para pesut. Kegairahannya dalam memberikan sajian hiburan setiap bulan membuat masyarakat kota Samarinda mengapresiasikan dengan menjadikan si Pesut Maskot kota Samarinda.

Kini, tidak ada lagi keangkuhan si pesut yang menghiasi kota samarinda, mungkin hanya menunggu waktu si Pesut mendapatkan label ” Legenda “. Air mata pesut kian mengalir deras di kala si Pesut tidak bisa lagi memamerkan keindahannya yang telah terenggut oleh keperkasaan kapal-kapal tambang dan juga kapal-kapal pengangkut kayu jati. Menunggu dan menunggu aksi si Pesut, kegelisahan pun menyambangi penulis Sehingga memunculkan pertanyaan di dalam benaknya. ” 

Apakah Pesut sedang meratapi kesedihan sehingga tidak ada lagi aksi loncatan sang Pesut “?

Usapkan lah air mata pesut dengan kesadaran diri kita sebagai manusia yang mencintai sesama mahkluk hidup. Masih banyak air mata- air mata yang berjatuhan yang di alami hewan- hewan yang telah terancam dari kepunahan. Saya pun beridealis, Jadikanlah sungai Mahakam salah satu dari lokasi keajaiban dunia kategori alam karena daya tariknya dengan hewan langka saat ini yaitu “Pesut”. Pulau Komodo dengan komodonya pun telah berhasil, menjadi salah satu dari 7 lokasi keajaiban dunia kategori alam. Kerja keras masyarakat Indonesia pun telah membuahkan hasil.
Pesut pun berharap masyarakat Indonesia berbalas budi kepadanya pada saat ini. Balas budi terhadap loncatan-loncatan yang indah nan angkuh memberikan hiburan bagi sejuta pasang di Indonesia bahkan dunia pada saat itu.

SELAMATKAN PESUT DARI KEPUNAHAN.

PESUT MAHAKAM DAHULU KEBANGGAAN SEKARANG TINGGAL KENANGAN

Legenda Pesut Mahakam mungkin sudah tidak banyak lagi diingat oleh masyarakat Kota Samarinda sekarang. Karena pada saat sekarang, masyarakat sudah terpengaruh oleh banyaknya perkembangan teknologi modern. Walhasil banyak masyarakat Kota Samarinda yang masih tidak mengetahui Asal muasal Pesut Mahakam ini.
Padahal saat sekarang, Hewan ini sedang berada dalam ambang kepunahan. Yang dimana di wilayah Kalimantan Timur sendiri hanya ditemukan sekitar 80 ekor saja. Ini adalah kondisi yang miris sekali, mengingat bahwa symbol dari Kota Samarinda sendiri malah akan hilang dengan seiring perkembangan zaman saat sekarang ini.
Penyebab Kepunahan dari Hewan yang Sejenis dengan Beluga ( Paus Putih) ini tidaklah lain adalah akibat dari manusia itu sendiri. Karena Keserakahan dan Ketamakan untuk mendapatkan keuntungan semata sehingga masyarakat tidak lagi ramah dengan lingkungannya. Seperti berdasarkan Hasil Penelitian Belanda bahwa jumlah Pesut Mahakam ini hanya sekitar 80 ekor saja dikarenakan tercemarnya kondisi perairan Sungai Mahakam yang tidak lain malah  disebabkan oleh banyaknya Nelayan setempat yang menggunakan Zat – zat kimia berbahaya dalam melakukan penangkapan ikan dan udang di Sungai Mahakam tersebut.
Dan hal ini juga diperparah oleh kebanyakan masyarakat pinggir sungai Mahakam membuang Limbah/ sampah rumah tangga mereka di pinggiran sungai tersebut. Masalah ini apabila tidak ditanggapi secara serius maka akan berakibat fatal sekali. Yakni generasi yang akan datang mungkin tidak akan pernah mengetahui seperti apa bentuk dan rupa dari Pesut Mahakam ini. Mereka hanya bisa melihatnya dari Patung – patung Pesut Mahakam yang terpajang di depan kantor Gubernur Kalimantan Timur sendiri.
Karena itulah, pentingnya kesadaran masyarakat Samarinda untuk menjaga kelestarian dari Satwa Dongeng ini. Peran Pemerintah pun juga sangat menunjang sekali untuk dapat berperan penuh dalam penanggulangan pelestarian Pesut Mahakam. Karena dengan adanya peraturan pemerintah yang jelas untuk menjaga kawasan air sungai untuk tetap bersih dan tidak tercemar, hal ini akan berdampak penuh bagi kelangsungan habitat asli hewan ini. Dan Kaltim pun juga akan bangga dengan mempunyai symbol kota yang dapat diperlihatkan oleh seluruh dunia

Kamis, 16 Mei 2013

Wisata Kebun Raya Samarinda,Kalimantan Timur

Berwisata menuju kota samarinda, kalimantan timur , pulau kalimantan belum lengkap rasanya jika tidak berkunjung menuju kebun raya samarinda yang terletak di daerah utara dari pusat kota samarinda, Jarak antara kota samarinda dengan kebun raya samarinda ini sekitar 20km dan dapat di tempuh dengan menggunakan kendaraanroda dua atau roda empat dengan memakanwaktu sekitar 30 menit dari pusat kota samarinda. Di dalam kebun raya samarinda ini terdapat banyak sekali objek wisata yang dapat anda nikmati sepeti kebun binatang , panggung hiburan, fasilitas olah raga dan perahu wisata, di tempat ini juga terdapat sebuah atraksi danau alam. Kebun raya Samarinda ini memiliki potensi alam yang sangat bagus, diantara beberapa keistimewaan dari tempat ini adalah memiliki Kebun binatang yang sangat luas dan menjadi minat tersendiri bagi para pengunjungnya. Kebun binatang didalam kebun raya samarinda ini memiliki keunikan tersendiri seperti adanya beberapa ekor orang utang yang sengaja di lepas dan sebagian memiliki ukuran hampir sebesar manusia dewasa, jadi para pengunjung kebun binatang ini dapat langsung berinteraksi langsung dengan hewan yang ramah tersebut.

Indahnya Kota Tepian

Disini saya akan menjelaskan tentang beberapa hal menarik dari tanah kelahiran saya yang mungkin masih belum banyak orang yang mengetahuinya. Tanah kelahiran yang saya maksudkan adalah sebuah kota yang sering juga disebut dengan kota tepian, yaitu kota Samarinda, Kalimantan Timur. Berikut beberapa potensi atau hal-hal menarik  dari kota Samarinda: A. Kota Tepian Samarinda adalah kota yang dikelilingi oleh Sungai Mahakam  sehingga banyak orang yang menyebutnya sebagai Kota Tepian. Di tepi sungai ini sangat menarik untuk dikunjungi, kita dapat melihat pemandangan kota yang indah apalagi jika kita melihatnya saat senja. Beberapa pedagang buah sering menjual buah musiman disini, sehingga kita dapat menikmati aneka buah sambil mengamati keindahan kota. Ada sebuah mitos dari kota Samarinda yang mengatakan bahwa jika seseorang meminum air sungai Mahakam, maka orang tersebut pasti kembali lagi ke kota ini. B. Islamic Center Islamic Center di kota Samarinda merupakan sebuah tempat terindah di kota ini. Terletak di tepi sungai Mahakam membuat tempat pusat kegiatan umat islam di Samarinda semakin terlihat indah terutama di malam hari. Bahkan, ada sejumlah orang yang mengatakan masjid ini merupakan masjid terbesar di Asia Tenggara setelah masjis Istiqal di Jakarta. C. Amplang Dari segi kuliner, kota Samarinda mempunyai makanan khas yang patut dicoba, yaitu amplang. Amplang adalah sebuah makanan ringan yang terbuat dari ikan. Makanan ini memiliki rasa yang sangat enak dan khas. Banyak toko-toko di tepi sungai Mahakam yang menyediakan khusus makanan khas ini dalam berbagai jenis dan bentuk sehingga kita tidak akan kesulitan untuk mencarinya begitu tiba di kota ini. Itulah beberapa hal menarik dari daerah saya yaitu kota Samarinda, tentu masih banyak lagi hal menarik dari kota ini. Namun, mungkin itu dulu yang saya dapat jelaskan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang membacanya.

Rabu, 15 Mei 2013

Samarinda, Kota yang Tak Ramah Bagi Pejalan Kaki

Pedistrian ? Jangan pernah tanya jika anda berkunjung ke kota tepian. Yang namanya trotoar saja tidak ada, sebab diatas trotoar berdiri lapak-lapak kaki lima yang menawarkan dagangan. Kalau pun tidak lapak pasti di buat tempat parkir oleh toko. Aneh ?….. tentu sangat aneh bagi sebuah kota besar yang seharusnya memberikan hakbagi para pejalan kaki. Wah di Samarinda kan semuanya pakai kendaraan…..itu kata seseorang teman yang entah karena pintar atau memang karena takmau berempati pada pejalan kaki. Sekarang marilah kita tengok ke Negara-negara yang maju. Contohnya Jepang negeri nenek moyang mobil dan motor. Semaju-majunya mereka, tak semua orang memiliki kendaraan sendiri. Malah mereka memakai kendaraan umum. Kembali lagi pada hak pejalan kaki di kota Samarinda, selain trotoar yang tidak ada atauada pun di alih fungsikan, kecepatan kendaraan di Samarinda sangat mengerikan. Tak bisa di hitung berapa banyak korban kecelakaan lalu lintas saat menyeberang jalan. Jembatan penyeberangan sangat minim sehingga terkadang saya ngeri melihat begitu banyaknya anak-anak kecil yang menyeberang di tengah laju kendaraan yang sangat cepat. Dari beberapa kota yang saya pernah singgahi seperti Sanga-sanga,Balikpapan,Tenggarong dll, Samarinda adalah kota dengan laju kendaraan tercepat. Apalagi motor yang kadang melaju tanpa memikirkan jika ada pejalan kaki yang menyeberang. Kondisi ini tentunya akan sangat merugikan bagi kota Samarinda, yang sedang menggalakkan wisata Mahakam. Seberapa besar dana yang di kucurkan, seberapa banyak artis yang di datangkan jikafasilitas kendaraan umum dan daerah untuk pejalan kaki tak di buat nyaman maka semuanya itu akan sia-sia. Sebab para wisatawan domestic pasti tidak membawa kendaraan pribadi mereka ke samarinda. Padahal kota samarinda memiliki pesona yang bisa di jual, contohnya wisata sungai, cagar budaya dan pintu gerbang menuju ke daerah bagian utara yang memiliki pesona alam dan budaya yang tinggi. Andai biaya promosi dibuatkan untuk mengubah wajah samarinda menjadi kota yang ramah bagi pejalan kaki mungkin lebih baik, karena kota yang tertib, nyaman tanpa di promosikan pasti akan banyak orang berkunjung. Itu Hanya opini saya…………Anda ?

Samarinda, adakah Kereta yang Akan Lewat

Samarinda,Adakah kereta yang akan lewat? Mimpi kali. Jangankan kereta api, jalan TOL yang sudah bertahun-tahun diomong-omongkan ternyata juga belum nonggol. Benar bahwa MOU pembangunan jalan atau rel kereta api telah diteken berkali-kali, mungkin juga sebagaian wilayah yang akan dilewati rel itu sudah mulai dibebaskan lahannya, tapi kereta apa itu tak akan lewat Samarinda untuk mengangkut penumpang. Jalan atau rel kereta yang dibangun adalah kereta pengangkut batubara sehingga hasil tambang kerukan dari bumi Kalimantan Timur itu nanti lebih cepat bisa diangkut ke luar daerah. Mengangkut batubara lewat sungai dengan ponton raksasa mungkin efektif namun akan membuang banyak waktu, karena siput jalannya lebih cepat dari ponton yang mengangkut batubara hingga puluhan ribu ton itu. Dan ternyata bukan mimpi, dalam draft rancangan peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Samarinda 2013 – 2033 pada pasal 16 menyebutkan bahwa akan ada kereta api dengan stasiun yang terintegrasi dengan Bandara Samarinda Baru di Sungai Siring. Jalur Kereta Api itu akan Kelurahan Sungai Siring – Kelurahan Tanah Merah – Kelurahan Lempake – Kelurahan Sempaja Utara – Kelurahan Bukit Pinang – Kelurahan Air Putih – Kelurahan Loa Bahu – Kelurahan Loa Bakung – Kelurahan Loa Buah – Jembatan Mahakam – Kelurahan Sengkotek – Kelurahan Tani Aman – Kelurahan Simpang Tiga. Tapi sekali lagi itu baru rencana, jangan rel kereta apinya, yang namanya Bandara Samarinda Baru dari tahun ke tahun perkembangannya begitu-begitu saja, ibarat hidup segan mati tak mau. Pembangunan bandara yang akan membuat Samarinda sebagai Ibukota Propinsi Kalimantan Timur mempunyai Bandara yang representatif, mengantikan Bandara kecil yang terletak di tengah pemukiman padat. Selama ini Samarinda hanya mempunyai Bandara kecil yang dikenal dengan nama Bandara Temindung yang landasannya kerap tergenang kalau hujan lebat mengguyur. Jadi sabar dulu, jangan beritahukan ke anak-anak kalau sebentar lagi mereka tak hanya bisa menyanyi ‘Naik kereta api ..tut..tut..tut’ melainkan juga menaiki ular besi itu menelusuri kota Samarinda. Biarkan saja mereka tetap menyanyi, walau kereta tak lagi berbunyi tut..tut..tut…. dan kalau mereka ingin menaikinya, tunggu liburan tiba dan ajak mereka pergi ke Surabaya, Jakarta, Semarang atau Yogya. Hanya saja saya tak bisa membayangkan rel jenis kereta apa yang akan dibuat di Samarinda. Kalau membaca rencana itu maka rel akan melewati daerah yang padat penduduknya, belum lagi kontur kota Samarinda yang berbukit-bukit. Memang sebagian bukit sudah mulai menghilang karena tambang batubara atau pembangunan perumahan-perumahan, tapi tetap saja untuk membangun rel yang menjulur panjang di permukaan tanah jelas susah. Barangkali yang tepat adalah fly over, jalan kereta diatas permukaan tanah. Keren, Samarinda bakal keren kalau punya jalan kereta api yang melayang diatas permukaan tanah. Sistem transportasi yang bakal menjawab salah satu kelemahan kota Samarinda yang tidak mempunyai moda angkutan massal yang menarik penduduk untuk memanfaatkannya. Selama ini angkutan kota dalam bentuk minibus terlihat merana, kurang penumpang atau hanya terisi penuh pada jam-jam tertentu saja. Persoalannya untuk menjadi keren tentu saja butuh biaya yang sangat besar. Maka pertanyaannya siapa yang hendak membangun atau membiayai pembangunan jalan kereta api itu?. Pemerintah atau swasta?. Kalau pemerintah rasanya mustahil sebab harus menanggung beban pembiayaan yang maha besar. Jangankan membangun jalan kereta api fly over, memelihara jalanan yang ada saja sudah pontang-panting. Jalanan di kota Samarinda tak pernah beres, lubang disana-sini, genangan dimana-mana dan tak lama jalan yang mulus menjadi bergelombang sehingga membuat pengendara terasa berguncang-guncang apabila melewatinya. Jadi meski sudah dimasukkan dalam draft RTRW Kota Samarinda, saya tak akan terlalu berharap bahwa jalan kereta itu akan terwujud di Kota Samarinda. Bukan karena saya tak percaya pada pemerintah atau penguasa kota, melainkan karena saya tak ingin kecewa, berharap terlalu tinggi namun tak terbukti pada akhirnya. Bukankah jamak yang namanya RTRW itu dilanggar sendiri oleh mereka yang diberi mandat untuk menyusun, menaati dan mengawal implementasinya. Maka tinimbang bermimpi menaiki kereta api menyusuri Kota Samarinda, Artikel dari @yustinus_esha di Kompasiana

Senin, 13 Mei 2013

Hantu romusha di Bukit Suharto

Hantu Romusha di Bukit Soeharto

Cerita ini adalah cerita yang  pernah dialami oleh Pak Solikan, seorang mantan pekerja kontraktor  pembuatan jalan yang menghubungkan kota Balikpapan ke Samarinda, tahun 1975.
Ketika itu badan jalan tanah baru saja menembus daerah yang disebut Bukit Suharto. Para pekerja “Projakal“ (Proyek Jalan Kalimantan) umumnya dari Samarinda dan Balikpapan. Mereka tinggal di pos-pos kerja yang dibangun tiap tiga sampai lima kilometer tepi jalan tersebut. Tiap pos dihuni lebih dari dua puluh orang.
“Ketika kami pekerja bisa membuat tembus dari ujung arah Balikpapan dan arah Samarinda, kami semua  merasa gembira. Perusahaan juga melakukan selamatan di tengah jalan tembus tersebut secara sederhana dan kecil kecilan,” cerita Pak Solikan. Pekerja diistirahatkan sambil memasak daging Rusa hasil hasil buruan penduduk yang dibeli oleh pihak perusahaan. Setelah dibacakan doa selamat, pekerja makan sepuasnya sambil menikmati hari libur yang diliburkan oleh perusahaan selama dua hari.

Sebelum bernama Bukit Soeharto, kawasan itu adalah sebuah hutan rimba yang cukup lebat dengan  pohon pohon besar. Karenanya banyak satwa seperti kijang, pelanduk (kancil), babi bahkan sampai banteng hutan berkeliaran, walaupun para pekerja berada disekitar mereka.
Pada sore dan malam hari, di hutan itu masih terdengar suara berbagai satwa malam, seperti suara burung pungguk atau burung hantu. Penduduk sekitar Samboja ada yang mengingatkan kalau di hutan tersebut, selain memang banyak satwa liar juga ada daerah daerah angker yang penuh misteri. Hal ini dibenarkan pula oleh masyarakat Desa Loa Janan yang berdiam di tepi Sungai Mahakam atau pinggiran daerah Bukit Soeharto yang ketiika itu dikenal sebagai daerah kilometer empat puluh atau sekarang - kalau tidak salah - telah menjadi desa yang bernama “Batuah”.
Daerah-daerah yang disebut angker tadi bukan hanya karena disana ada beberapa jenis binatang buas jadi-jadian seperti harimau atau hantu-hantu hutan yang sering mengganggu jika ada orang yang memasuki hutan tersebut. Tetapi juga ada hal-hal aneh yang bisa dialami oleh siapapun yang berada disana.

Korbannya sering ditakut-takuti bahkan ada yang hilang tak pernah ditemukan walau telah dicari selama berbulan-bulan. Kalau juga ditemukan, si korban tak jarang dalam keadaan linglung atau setengah gila, bahkan ada yang mati penasaran. Memang tak pernah ditemukan ada korban yang mati dengan tercabik cabik akibat binatang buas. Kebanyakan korban ditemukan dalam keadaan sudah tak  mengenal dirinya sendiri.
Para pekerja jalan pun ada yang menjadi korban, bahkan tewas di hutan tersebut. Namun korban para pekerja jalan tersebut kebanyakan akibbat terserang penyakit Malaria Tropika, atau badan bengkak atau penyakit kuning yang katanya terkena bisa ular hutan. Namun demikian tak satupun diantara para pekerja mengalami gangguan jiwa atau berhenti karena takut dengan keadaan alam atau cerita cerita seram tentang hutan-hutan sepanjang jalan Samarinda dan Balikpapan.

“Namun pada suatu ketika ada kejadian aneh yang saya alami,” kata Pak Solikan yang kini telah berusia sekitar 75 tahun dan tinggal di Samboja, ikut dengan menantunya.
Peristiwanya memang aneh, tapi dialaminya secara sadar. Ketika itu dia telah ditinggalkan oleh teman-teman sekerjanya pulang lebih dahulu ke pemondokan mereka yang memang tak seberapa jauh dari tempat kerja. Pak Solikan tertinggal karena membuang ’hajat’ di anak sungai.
Saat selesai dia lalu naik ke jalan poros, menuju kearah pemondokan yang jaraknya kurang lebih dua kilometer. Waktu itu hari sudah agak mulai remang remang gelap sedikit melewati waktu senja. Mungkin waktu itu persis saatnya solat magrib. Namun karena sudah terbiasa, Pak Solikan tak merasakan apa-apa. Apalagi takut. Sering Pak Solikan sebelum pulang terlebih dahulu memeriksa atau memasang jebakan seperti jerat atau lainnya untuk menangkap hewan hutan yang bisa dimakan. Karenanya dia sering pulang malam hari baru sampai ke pemondokan.

Diantara keremangan yang masih tidak terlalu gelap dari arah depan terlihat oleh Solikan beberapa orang berjalan menuju arah berlawanan jalan dengannya. Sejenak Solikan tak merasa curiga apapun. Bahkan dia duduk pada sebuah batu di pinggir jalan sambil menggiling tembakau rokok dengan maksud mau merokok dulu.
Ternyata orang yang semakin dekat dengannya berjumlah sepuluh orang. Enam diantaranya memikul  peti-peti besi dengan baju lusuh, bahkan ada yang compang- camping. Sedang empat orang lainnya berpakaian warna krem koki seragam tentara Jepang, lengkap dengan senjata dan bayonet terhunus berjalan mengiringi keenam orang yang membawa peti.
Sesampainya di depan Pak Solikan dua diantara empat tentara Jepang tersebut berhenti sambil mengarahkan senjatanya ke arah Pak Solikan sambil berbahasa Jepang yang tak dimengerti Solikan. Si Jepang rupanya paham kalau Solikan tak memahami maksudnya. Dengan isyarat dia menyuruh Solikan mengikuti mereka dengan menodong nodongkan senjata yang dibawanya.  Solikan menjadi ketakutan dan mau tidak mau terpaksa berjalan mengikuti arah yang ditunjuk si Jepang .
Sepanjang perjalanan Solikan dan rombongan tak ada yang berbicara. Mereka lalu memasuki hutan yang ada jalan setapaknya. Walau hari gelap mereka terus berjalan naik turun lembah, hingga pada akhirnya sampai ke suatu tempat yang agak lapang. Disini mereka berhenti yang lalu diperintah menggali lubang. Salah seorang dari enam orang yang mengangkut peti berbicara setengah berbisik pada pak Solikan yang mengatakan kalau mereka orang orang Jawa yang dijadikan “Romusha“ oleh tentara Jepang.

Solikan bertanya dalam bahasa Jawa, apa yang ada di dalam peti yang mereka pikul. Oleh orang tadi mengatakan tak tahu. Tetapi mungkin barang berharga yang akan disembunyikan di dalam tanah. “Biasanya Mas, kalau sudah begini, mungkin kami mati di sini,” kata si orang tadi sambil berbisik.
“Lho, kenapa?“ tanya Solikan. “ Kami ini kan saksi yang tahu akan harta yang dipendam disini, jadi kalau kami masih hidup dan mereka kalah berperang tentu hanya kamilah yang mengetahui apa yang kami kubur. Untuk tak terbongkar rahasia ini, biasanya kami dibunuh mereka”.

“Lalu bagaimana kalian, bisakah kalian menyelamatkan diri?“ tanya Solikan, berbisik sambil melirik Jepang yang berjaga dengan senjata yang terarah kepada para pekerja yang menggali lubang. “Tipis rasanya kami bisa selamat Mas. Tetapi kami juga tidak mau mati sia-sia. Mas lihat saja nanti jika mereka benar benar membantai kami. Untuk itu jika terjadi sesuatu, usahakan Mas melarikan diri, sekuat mungkin kami berusaha melakukan perlawanan,” kata si orang Romusha tersebut dengan pandangan penuh harap.
Kemudian dia berkata lagi; “ Mas, jika terjadi sesuatu atas diri kami, tolonglah Mas ingat tempat ini. Beritahu penduduk dan ambillah kerangka tubuh kami serta kuburkanlah kami sebagaimana layaknya. Soal harta yang ada di peti-peti tersebut Mas ambil saja atau terserah pada Mas”.

Untuk itu Solikan hanya mengangguk diantara rasa kacau dan bingung dengan apa yang dialaminya. Ada rasa tidak percaya, tetapi dia dalam keadaan sadar dan apa yang dihadapinya adalah suatu kenyataan. 
Benar  apa yang dikatakan oleh si Romusha. Usai mereka menggali lubang dan memasukkan peti-peti tersebut ke dalam lubang yang digali, mereka disuruh tetap di dalam lubang yang kemudian secara serentak keempat serdadu Jepang tadi menembaki para romusha tersebut berkali-kali. Terlihat seketika beberapa romusha tersebut terjungkal menggelepar. Namun diantara Romusha ini ada yang mampu bertahan dan melemparkan sesuatu yang tak lain adalah sebuah granat tangan  kearah orang-orang Jepang tersebut.
Orang orang Jepang tak menyadari akan hal itu. Mereka hanya dapat terkesima sejenak kemudian terjadi ledakan yang membuat keempat orang tentara Jepang tersebut mengelepar bahkan ada yang juga terjungkal ke dalam lubang, sedang yang lainnya hancur berkeping ada yang terpisah tangan dan kepala mereka.

Melihat situasi yang mengerikan tersebut Pak Solikan sesuai pesan Romusha yang berbicara dengannya, secepat mungkin membuang diri kearah semak dan berlari sekuat tenaga meninggalkan tempat tersebut. Solikan terus berlari tak tentu arah sehingga pada suatu tempat dia kehabisan tenaga dan jatuh pingsan tak sadarkan diri.
Teman-teman sekerjanya kuatir. Mereka lalu pergi mencari Solikan dan baru ditemukan  di bawah sebatang pohon kayu besar dalam keadaan tak sadar. Karenanya Solikan lalu digotong dibawa pulang kepemondokan.
Setelah sadar, Solikan lalu bercerita dengan apa yang dialaminya. Dia dan kelompok pekerjanya lalu menyusuri jalan-jalan yang diceritakan Solikan. Namun hingga tengah hari lokasi yang dicari tak ditemukan. Yang jelas daerahnya benar-benar di daerah pertengahan di sekitar gunung yang sekarang ada tower Telkom yang  dikiri kanannya merupakan lembah berhutan lebat.
Usaha pencarian lokasi tersebut kembali diulang oleh Solikan dan beberapa kawannya setelah jalan sudah selesai dan beraspal, yaitu sekitar tahun 1978. Namun bagaimanapun upaya mencari tempat tersebut tetap saja sia-sia.
Ternyata pengalaman Solikan ini ada pula yang membenarkan. Katanya mereka pernah melihat waktu malam hari ada beberapa orang memikul peti dan dikawal oleh tentara Jepang di jalur jalan Bukit Soeharto. Nah, bagi yang penasaran silakan mencoba bermalam di Bukit Soeharto. Barangkali bertemu Romusha dan memberi petunjuk di mana harta karun terpendam.

Jalan Amblas Di Tepian,Objek Wisata Baru Samarinda

 

Jalan amblas, itulah yang terjadi di ruas Jl. Gajah Mada, sepanjang beberapa puluh meter, yang menjadi topik utama. Lokasi jalan amblas ini yaitu di depan kantor Korem 091 Aji Suryanata Kesuma, Samarinda. Jalan Gajah Mada Samarinda adalah salah satu jalan negara yang membentang di tepi sungai Mahakam. Beberapa bangunan penting di jalan ini antara lain: Kantor Gubernur Kaltim, Lamin Etam, Kantor Bank Indonesia, Kantor Pos Besar Samarinda dan Kantor Korem 091 Aji Suryanata Kesuma.
Sebenarnya, boleh dibilang aku memperhatikan tahapan amblasnya aspal di Jl. Gajah Mada ini. Aku lumayan sering melalui jalan 2 jalur itu. Sejak pekan pertama di bulan Oktober lalu aku memperhatikan adanya retakan di tengah-tengah badan jalan, pada jalur sisi pinggir sungai. Semakin hari, semakin terbentuk patahan dengan selisih tinggi beberapa centi meter. Aku teringat ada pengendara sepeda motor yang hampir terjatuh saat ban motornya terkena patahan tersebut.
Pada tanggal 6 Oktober, aku mendapat kabar bahwa patahan itu sudah berubah menjadi jalan yang amblas sedalam ± 1 Meter. Saat aku kebetulan lewat, memang benar aspal sudah turun dan sebagian lubang ditutupi terpal. Ruas jalan itupun ditutup dan pengguna jalan dialihkan ke jalur sebelahnya.
Gambar di atas kuambil beberapa hari kemudian. Selain aspal yang amblas, trotoar pun menyusul. Turap pinggir sungai yang awalnya baik-baik saja, turut pecah. Bagian sisi kanan gambar di atas adalah median jalan. Saat aku mengambil gambar, ternyata bukan hanya aku yang berhenti sejenak. Banyak pengendara motor yang menepi sepertiku dan mengambil beberapa foto jalan amblas.

Secara resmi, penyebab amblasnya jalan ini masih dikaji. Saat aku berbincang-bincang dengan salah seorang pegawai Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kaltim, ia mengungkapkan bahwa kemungkinan penyebabnya bukan karena pengikisan sungai, bila melihat asal mula terjadi retakan.
Apa pun penyebabnya, kini kedalaman jalan yang amblas itu sudah mencapai  3 Meter. Sementara masih belum jelas sumber pendanaan perbaikan jalan itu. Menurut yang tertulis di situs RRI, perkiraan dana yang dibutuhkan adalah sekitar Rp 55 Miliar! Wow!

Mungkin warga Samarinda masih harus bersabar dan tetap menikmati saja perubahan jalur alternatif jalan di sekitar Jl. Gajah Mada, Samarinda. Karena seperti yang kurasakan saat aku berkendara, kemacetan sulit dihindari. Setidaknya, kini warga Samarinda memiliki obyek wisata baru, yaitu jalan raya yang amblas.

Sore tadi, saat aku kembali melewati Jl. Gajah Mada, aku menyempatkan untuk berhenti. Tak lupa aku mengambil beberapa gambar. Banyak orang yang juga melakukan hal yang sama.
Aku menyaksikan beberapa orang yang mengangkut tiang iklan (pada gambar di atas) yang sudah roboh. Pakaian mereka basah, karena lubang yang terbentuk telah terisi air sungai.
Sudah hampir setengah tahun jalan itu amblas namun tidak ada perbaikan sama sekali.

Semoga perbaikan jalan amblas ini bisa segera dilakukan, karena dikhawatirkan semakin luas jalan yang rusak.Bukankah Samarinda kota kaya yg kaya akan sumber daya alamnya dan Batu Bara'nya,tetapi untuk memperbaikin jalan yang amblas saja kog GAK BISA???

Yang kulihat, jalur jalan yang di sisi satunya juga sudah mulai retak-retak. Aku sempat berpikir kemungkinan terburuk, akankah kerusakan Jl. Gajah Mada ini nantinya akan menyerupai semburan lumpur Lapindo yang tak terhentikan? Mungkinkah retakan jalan itu kemudian merambat ke tempat-tempat lain dan membuat sebagian wilayah Kota Samarinda ditelan sungai Mahakam? Nauzubillahiminzalik…

Air Mahakam 'Pelet' Samarinda

Beberapa hari lalu saya ingat dengan perkataan salah satu kakak tingkat saya yang sekarang tinggal di Bandung. 
Dia berkata "Barangsiapa datang ke Samarinda dan kemudian minum air Sungai Mahakam maka dia akan kembali lagi." Sebegitu besarkah mistis Sungai Mahakam sehingga airnya bisa menjadi ‘pelet’ bagi seseorang untuk kemudian rindu setelah beberapa saat meninggalkannya?.

Sebenarnya tak perlu seseorang meminum air Sungai Mahakam untuk kemudian tertarik dan terus datang ke Samarinda. Daerah atau kawasan yang dialiri oleh Sungai Mahakam mulai dari hulu hingga hilir semenjak semula telah menjadi magnit yang memancing orang terus berdatangan. Samarinda berdiri dan berkembang karena bermula dari kedatangan orang-orang seberang, orang dari luar propinsi yang kini disebut sebagai Kalimantan Timur dan kemudian sebagian menjadi Kalimantan Utara.

Kalau M.A.W Brouwer dalam sebuah catatannya menuliskan bahwa Tanah Pasundan diciptakan oleh Tuhan tatkala tersenyum, sehingga pemandangan alam indah dan orang-orangnya (terutama puteri-puterinya) berwajah elok, ramah dan baik tutur katanya. Maka daerah sepanjang aliran Sungai Mahakam diciptakan tatkala Tuhan melimpahkan berkah tak terkira. Daerah sepanjang aliran Sungai Mahakam dianugerahi kekayaan alam, baik yang berada di dalamnya maupun mahkluk di permukaan dengan keanekaragaman hayati yang tak terkira.

Jadi kekayaan inilah yang merupakan ‘pelet’ sesungguhnya, yang membuat orang terus datang dan kembali datang ke Samarinda dan kemudian menyebar seantero Kalimantan Timur. Samarinda yang persis berada (bahkan terbelah oleh aliran Sungai Mahakam) menyebut diri sebagai Kota Tepian ini adalah tempat pertemuan. Berbagai suku bangsa, bertemu dan berinteraksi di kota ini menjadikan Kota Samarinda adalah kota yang penuh warna.

Cerita atau mitos tentang air Sungai Mahakam tak lepas dari sejarah berdirinya Kota Samarinda. Waktu itu daerah kini disebut sebagai Samarinda adalah bagian dari Kesultanan Kutai Ing Martadipura. Daerah kosong tak berpenghuni dan hanya menjadi tempat perladangan dan persawahan. Datanglah sekelompok masyarakat dari Bugis Wajo yang menyingkir karena tidak mau tunduk pada perjanjian Bongaya. Perjanjian yang muncul karena kekalahan kesultanan Gowa atas serangan Belanda.

Kedatangan kelompok masyarakat Bugis Wajo yang dipimpin oleh La Mohang Daeng Mangkona, disambut baik oleh Sultan Kutai. Kepada mereka diberikan lahan untuk pemukiman di sekitar daerah Muara Sungai Karang Mumus (Selili Seberang). Namun bermukim disini menimbulkan kesulitan terutama untuk berperahu karena daerahnya berarus balik (pusaran) dan banyak kotoran di sungai.
Dan kemudian diberikan lahan lain di daerah yang kini dikenal sebagai Samarinda Seberang. Daerah itu dulu disebut sebagai Tanah Rendah, dan kemudian dinamakan sebagai Sama Rendah, bukan semata karena daratannya hampir rata dengan permukaan air Sungai Mahakam, melainkan juga cermin dari kebijakan yang dipertuan Sultan Kutai Ing Martadipura, yang memandang setiap orang baik asli maupun pendatang adalah berderajat sama.
Tafsir filosofis lain dari Sama Rendah (yang kemudian diucapkan menjadi Samarinda) adalah ketika masyarakat Bugis Wajo bermukim untuk pertama kali, mereka membangun perkampungan diatas sungai dengan rumah-rumah panggung. Rumah yang tingginya sama sehingga tidak mencerminkan adanya perbedaan antara kaum yang disebut sebagai bangsawan dan kaum masyarakat biasa. Baik bangsawan maupun orang biasa tinggal dalam rumah yang model dan wujudnya sama dengan demikian menunjukkan kesamaan derajat.
Atas jasa baik Sultan itu maka kelompok masyarakat yang bermukim di Samarinda pada masa awal itu menukar dengan kesediaan untuk menjadi benteng dan pelindung bagi Kesultanan Kutai Ing Martadipura. Warga dan pemimpinnya akan menjaga dan memerangi para perompak dan musuh-musuh lainnya yang mengancam Kesultanan Kutai Ing Martadipura.

Arus ‘pendatang’ yang ekploitatif dimulai dari kedatangan Belanda yang kemudian membuat perjanjian dengan Sultan Kutai Ing Martadipura. Belanda kemudian menguasai beberapa kawasan dan mendapat ijin penguasaan tanah di beberapa tempat, baik di Samarinda maupun di Mahakam bagian hulu. Watak eksploitatif Belanda dimulai dari diberikannya konsesi pertambangan untuk Migas dan Batubara. Ekpoitasi Migas di mulai dari daerah yang dikenal sebagai Delta Mahakam dan kemudian di kota yang kini dikenal sebagai Balikpapan. Mulai dari jaman Belanda itu ekploitasi Migas terus berlangsung, tidak putus-putus hingga sekarang.

Sementara konsesi Batubara pada jaman Belanda tidak berlangsung lama. Ekploitasi Batubara yang dimaksudkan untuk memasok kebutuhan industri gula pasir milik Belanda di Jawa kemudian terhenti. Industri gula di Jawa memasuki masa paceklik pada masa itu. Lahan pertambangan Batubara pertama dulu berada di Batu Panggal yang kini dikenal sebagai Loa Bakung.

Pada masa itu komoditas kayu gelondongan belum terlalu menjadi perhatian, meski kemudian tercatat adanya industri pengergajian kayu dengan mesin uap pertama di Samarinda oleh investor Belanda. Dan juga beroperasinya beberapa perusahaan dari Jepang yang konon tak seijin dari Sultan Kutai. Era ekploitasi kayu gelondongan dimulai dari sekitar tahun 70-an yang dikenal sebagai jaman ‘Banjir Kap’. Pemimpin daerah diberi wewenang untuk memberi ijin pemotongan kayu di hutan. Dan penebang kemudian menghanyutkan kayu gelondongan melalui Sungai Mahakam untuk kemudian dijual langsung pada pembeli dari luar negeri yang menunggu di kapal pengangkutnya.

Aktifitas penebangan kayu ini kembali menarik rombongan orang dari luar daerah untuk berbondong datang ke Samarinda. Namun hal ini tak berlangsung lama karena muncul kebijakan baru, yaitu industrialisasi kayu gelondongan. Hutan tidak boleh ditebang sembarang oleh masyarakat, hak penebangan hutan diserahkan kepada badan usaha. Dan munculah apa yang disebut sebagai HPH. Dan dimasa itu, masa pemerintahan orde baru, hak penguasaan hutan ini banyak diserahkan kepada kroni-kroni Suharto.

Samarinda kemudian berkembang menjadi pusat industri pengolahan kayu, di sepanjang pinggir Sungai Mahakam muncul deretan pabrik pengolahan kayu. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja, sebagian besar didatangkan dari luar daerah. Muncul pusat-pusat pemukiman baru yang tumbuh karena industri kayu. Sungai Mahakam pada waktu itu ibarat lautan kayu. Sungai Mahakam yang merupakan urat nadi kehidupan, mulai ‘diperkosa’ pada masa-masa ini. Sungai tak lagi dipermuliakan melainkan justru dinistakan karena menahan beban yang berlebihan. Daerah-daerah sepanjang aliran sungai yang digunduli membawa limpasan air dikala hujan membawa serta bahan endapan.

Konon kabarnya di tahun 80-an, Pesut masih mudah dijumpai, bermain-main di sepanjang Sungai Mahakam yang melewati Kota Tepian, namun kemudian perlahan sirna. Dan kini yang bisa dilihat hanyalah patung pesut yang merana di seberang depan Kantor Gubernur Kalimantan Timur. Banjirpun mulai dirasakan akibat hilangnya daerah-daerah tangkapan air di bagian hulu Sungai Mahakam. Benar bahwa dulu banjir adalah konsekwensi dari pasang surutnya sungai Mahakam, sehingga pemukiman di pinggir sungai selalu berupa rumah panggung dengan jalan penghubung berupa jembatan panjang dari kayu. Namun kualitas dan kuantitas kejadian banjir semakin meningkat seiring pembabatan kayu yang serampangan di bagian hulu Sungai Mahakam.

Paska otonomi daerah, era kejayaan industri kayu meredup dengan pesat. Banyak perusahaan gulung tikar karena tak lagi mempunyai pasokan bahan mentah. Dan kemudian hutan yang sudah digunduli itu kemudian digali, dikeruk dan diaduk-aduk tanahnya karena batubara. Indutri berganti dari kayu ke batubara. Wajah sepanjang aliran Sungai Mahakam berganti dari deretan pabrik pengolah kayu lapis menjadi deretan konveyor untuk mengalirkan butiran batubara ke ponton pengangkutnya.

Tak ada lagi deretan panjang kayu gelondongan (rakit) yang ditarik oleh perahu menuju pabrik pengolahan kayu. Kini yang berseliweran di sepanjang aliran Sungai Mahakam adalah ponton-ponton pengangkut ribuan ton batubara. Dari kejauhan terlihat mirip gunung hitam yang berjalan pelan.
Booming penambangan batubara kembali mendatangkan rombongan orang dari luar daerah. Dulu yang datang adalah para penebang, kini yang datang adalah kaum penggali. Dan Sungai Mahakam makin merana, bukan karena menahan beban lalu lalang ponton batubara yang tiada henti. Bukit-bukit yang selama ini menahan sejenak air yang ditumpahkan dari langit kini telah diratakan. Alhasil di kala hujan air bak ditumpahkan secara langsung ke badan aliran Sungai Mahakam. Tentu saja badan sungai nan lebar itu tak mampu menampungnya untuk kemudian segera mengalirkan ke laut. Pembabatan hutan dan pembongkaran lahan untuk pertambangan ibarat kubur bagi Sungai Mahakam, sebab semua itu menghasilkan barang endapan yang kemudian dengan cepat mendangkalkan kedalaman Sungai Mahakam.

Daya tampung Sungai Mahakam yang semakin berkurang, sementara volume air yang masuk semakin meningkat cepat membuat wajah Samarinda sekarang ini identik dengan banjir. Banjir tak lagi terjadi sisi kanan kiri Sungai Mahakam melainkan juga daerah-daerah yang jauh dari badan Sungai Mahakam. Samarinda bermetamorfosa, dari kota tepian sungai menjadi kota air karena genangan air di kala musim hujan semakin dalam dan semakin meluas.

Jika dulu tafsir Samarinda adalah Sama Rendah bernada egaliter, kesamaan derajat. Kini lebih populer sebagai daratan Samarinda, sama rendah dengan permukaan Sungai Mahakam. Sebuah tafsir untuk melakukan pemakluman bahwa wajarlah kalau Samarinda selalu terkena banjir di musim penghujan.

Dan mistifikasi air Sungai Mahakampun semakin luntur, tak banyak lagi yang menyebut air Sungai Mahakam sebagai magnit yang mampu menarik kembali orang untuk datang ke Samarinda kembali setelah meminumnya. Karena barangsiapa yang kini meminum air Sungai Mahakam mungkin saja akan kembali masuk rumah sakit, atau bahkan kembali ke pangkuan Tuhan Yang Kuasa.

Samarinda Kota Banjir?

Banjir beberapa kali telah menyebabkan kemacetan lalu lintas di beberapa ruas jalan di Kota Samarinda, Kalimantan Timur dalam bulan ini. Beberapa titik rawan banjir tersebut adalah Jalan DI Panjaitan, Simpang Empat Vorfo, Kawasan Jalan Pemuda dan Remaja, Jalan Lambung Mangkurat dan Jalan Pangeran Antasari. Bahkan di kawasan Sempaja akses jalan terpaksa ditutup karena genangan air mencapai sekitar satu setengah meter.

Yang cukup parah banjir pada bulan Maret lalu, terjadi di 8 kelurahan dalam 3 kecamatan di Kota Samarinda, yaitu Kec. Samarinda Utara (6 Kelurahan), Kec. Samarinda Ilir (1 kelurahan) dan Kec. Samarinda Ulu (1 kelurahan). Tak hanya menyebabkan kemacetan arus lalu lintas namun sarana kesehatan pun beberapa terendam dan tidak berfungsi, yaitu Puskesmas Remaja dan Puskesmas Bengkuring serta satu unit Puskesmas Pembantu.

Tak dilaporkan adanya korban jiwa atau luka- luka. Hanya beberapa warga di kawasan Sempaja tampak mengevakuasi keluarga dan barang- barangnya sementara menunggu banjir surut.
Satu jam hujan Samarinda banjir, seharian hujan maka tenggelamlah kota ini, demikian kelakar seorang pengguna motor yang menepi di pinggir jalan pada emperan toko. Komentar lainnya, Samarinda tak lagi Kota Tepian melainkan kota banjir. Wajar saja, menurut warga hampir dapat dipastikan setiap turun hujan akan terjadi banjir. Kondisi ini makin kerap terjadi sejak dua tahun terakhir ini.

Kalau banjir air masuk rumah, perabotan basah semua dan rusak, Kulit pun gatal- gatal, terang warga. Banjir juga menimbulkan kemacetan panjang di jalan raya. Sehingga menghambat aktivitas warga. Kasihan juga anak- anak sekolah, tutur warga.

Banjir dimana- mana, saya lihat saat ini pemerintah daerah justru rajin membangun jalan, dalam arti jalan yang ada ditinggikan, kata Yanti, mahasiswi, di lokasi banjir. Mestinya bukan dengan meninggikan jalan, melainkan memperbaiki saluran irigasi atau gorong- gorong. Untuk Samarinda yang rawan banjir, jalan yang tinggi akan mengamankan kendaraan dari banjir atau genangan air namun di sisi lain menenggelamkan rumah- rumah di sepanjang jalan tersebut.

Minggu, 12 Mei 2013

Road Of Samarinda City




Minggu (12/05/13) Jam 12 Siang,tepat setelah aku selesai dalam kegiatan liqo di sekolahku,SMK Negeri 4 Samarinda. Setelah pulang melewati jalan Lambung Mangkurat aku merasa agak miris ketika melihat jalan yang berlobang dan rusak parah dimana-mana entah di tengah jalan maupun di pinggir jalan.
Terus aku melaju menggunakan motor bututku melewati jalan lubang-lubang tersebut namun beberapa meter dari jalan berlubang itu aku dapat melihat tulisan di kertas karton yang ditempel di atasa tiang yang disanggah bangku yang bertuliskan keluhan-keluhan masyarakat akan jalanan yang berlobang,belum lagi ketika hujan melanda samarinda,walaupun hanya sebentar menyebabkan banjir yang tinggi membuat sebagian motor harus memutar jalur melalui jalan merdeka serta jalan kebaktian.

Namun bukan hanya itu saja,Diperempatan jalan Lambung dan wisma serta perempatan jalan lambung gerilya merdeka pelita,aku kembali melihat Lampu lalu lintas yang tidak menyala,membuat sebagian pengendara harus bersabar karena kebanyakan tidak mau mengalah serta sebagian anak muda yang suka salip-salipan motor yang membuat aku semakin marah,untungnya saat itu akau masih bisa sabar. Tidak sampai disitu,kembali aku harus melewati jalan berlubang di jalan Gerilya,walaupun tidak terlalu banyak seperti jalan Lambung Mangkurat,namun di Gerilya lebih parah,bahkan lubang-lubangnya mencapai diameter 1 Meter hingga 2 Meter, Serta sebagian jalan yang tak rata membuat sebagian pengendara harus bersabar karena kemacetan yang panjang..

 Dalam hatiku ingin berbicara,dimana sesungguhnya pemerintah?
Dimana pejabat-pejabat samarinda yg saat kampanye mengatakan akan memajukan samarinda menjadi kota yang bersih dan asri seperti kota tetangga? Siapakah yang salah? Pemerintah? Pejabat? Aparat hukum? Atau masyarakat samarinda sendiri?
Entahlah,tetapi dalam hati aku berharapa semoga persoalan ini cepat terselesaikan agar mengurangi resiko tabrakan,jatuh dari motor dan lain-lainnya akibat jalan yg berlobang serta lampu lalu lintas yg tak menyala...